Embun Pagi

♡ ྀི ingin punya hati seluas langit, supaya bisa terima semua bentuk awan.

29.10.24

Writing Challenge Day 27; Dia yang Menginspirasi

<3

aku masih ingat waktu itu, bagaimana tangan-tangan kecil kami bergenggaman erat satu sama lain. seseorang yang saat itu tidak sengaja ku kenal, ternyta menjadi seseorang yang terus saja menginspirasiku hingga saat ini. ku kenalkan dia dengan sebutan "kelinci". pertemuan pertama kami waktu itu terjadi di tempat les bahasa inggris. aku mendapat privilege untuk ikut kelas siang yang isinya anak-anak smp, sedangkan saat itu aku masih sd. kelinci yang sudah smp tentu saja berada di kelas tersebut, disanalah aku mengenalnya. kelinci adalah sosok yang sangat hangat, apalagi kepada ku. kami sempat beberapa kali datang ke tempat les bersama-sama, kelinci berjanji menjemputku saat itu. dengan kaki-kaki kecil kami, kelinci tak lupa memegang tanganku erat sepanjang jalan, kelinci memastikanku aman saat menyebrang jalan, padahal kelinci juga masih kecil saat itu. tubuh kami tidak jauh berbeda, kelinci hanya tinggi beberapa cm saja dariku.

kelinci adalah sosok yang sangat cerdas. tak jarang kelinci mengajariku materi-materi yang ternyata tak bisa ku pahami dalam sekali perhatian. dia cantik, senyumnya kesukaanku. suaranya pun unik, lembut dan lucu. sebagaimana aku menganggapnya sebagai kakak, begitu pula kelinci kepadaku. baginya, aku adalah adiknya. ternyata, kelinci pernah punya adik yang seumuran denganku, tapi Tuhan lebih menyayanginya. adik kelinci sudah berpulang setelah berusaha melawan penyakit yang terkenal mematikan. mungkin karena itulah aku merasakan kasih sayang kelinci kepadaku, sebab dia baru saja kehilangan.

waktu berlalu, kami semakin jarang bertemu. kelinci dan aku sudah tidak les di tempat yang sama. kelinci sudah sma dan aku baru masuk smp (kalau tidak salah). aku mendapat berita bahwa kelinci kehilangan ayahnya, Tuhan memanggilnya. aku sedih, betapa Tuhan memberi ujian yang berat kepadanya, kepada kelinci dengan tubuh mungilnya. namun aku salah, kelinci jauh lebih hebat dari yang ku kira. kelinci pernah depresi karena pasangannya yang tak setia. bobot tubuhnya menurun drastis mencapai 30 kg-an. keluarga banyak berkomentar dengan pernyataan intimidasi yang semakin menyerang pikirannya. ingin sekali aku memeluk kelinci waktu itu, tapi tak bisa.

beranjak dewasa, kami hanya bertukar kabar lewat sosial media. aku lihat kelinci sudah lulus kuliah di universitas ternama, lalu bekerja di perusahaan yang terkenal pula. kelinci tetap cantik seperti dulu, tetap menjadi inspirasiku. dibalik semua senyum yang dia punya, banyak pilu yang pernah dilaluinya. betapa besar badai kehidupan yang berhasil dilewatinya. semoga kelinci selalu bahagia, aku berdoa untuknya <3


Read More

19.9.24

Writing Challenge Day 26; Sekolah!

lucu-lucunya masa


jika diminta bercerita tentang sekolah, pastilah masa putih abu yang duluan menyeruak keluar dari ingatan. sudah 5 tahun sejak kelulusan, tapi detailnya masih kuat menggantung dalam kenangan. sebelum memutuskan untuk melanjutkan sekolah disana, hal yang ku tahu tak seberapa, hanya; sekolah favorit, banyak orang-orang pintar, jauh dari rumah, dan bernuansa agama. aku ingat saat akan tes masuk kesana, ditemani ummi dan buya, kami menginap di sebuah penginapan dekat sekolah. malam-malam hujan turun deras sekali, dan aku kelaparan. buya mencari pecel lele di sekitar penginapan, lalu pulang membawa tiga porsi pecel ayam, hahah. setelah makan, aku tidur dalam dengan perasaan tak karuan. deg-degan. hasil tes keluar di hari yang sama, petangnya. dalam perjalanan pulang ke rumah, aku mendapat kabar bahwa aku lulus, dan mendapat peringkat tes yang lumayan, hehe. sore itu hujan turun pelan-pelan, hatiku senang tak karuan.

mendekati hari pertama masa orientasi sekolah, asrama jadi ramai. seluruh siswa baru diwajibkan menginap di asrama selama 10 hari, tanpa ponsel untuk mengabari orang tua. pada masa itulah semboyan "rasa militer, nuansa pesantren"-nya benar-benar terasa. kalau diingat-ingat, lucu juga. aku yang masih 15 tahun saat itu, berhasil menjalani 10 hari yang benar terasa beratnya, haha. momen yang tidak pernah terlupa adalah hari terakhir masa orientasi siswa. hari itu adalah hari dimana kami akhirnya bisa bertemu orang tua. "andaikan aku punya sayap, ku kan terbang jauh, mengelilingi angkasa" -lagu yang selalu membawaku kembali pada momen melambai-lambaikan setangkai bunga, menangis haru merindukan pelukan keduanya.

tahun pertama sebagai siswa SMA tidak terlalu meninggalkan kesan indah. semakin diingat, semakin ingin aku melupa. namun tak apa, akan ku maafkan kesalahan-kesalahan itu berulang kali, meski kesal lagi-lagi terasa pada diri sendiri. hal-hal indah mulai banyak terjadi di tahun kedua sampai akhir masa SMA. seolah menjadi titik balik, berharap dapat ku hapus segala keliru yang tidak baik. 

di SMA, kami berlomba-lomba memperbaiki semuanya. prestasi dunia dan agama, diusahakan untuk berjalan seirama. sholat berjamaah, dhuha, tahajud, witir, puasa senin-kamis, bahkan kejar-kejaran hafalan Qur'an. pagi-pagi sekali, sebelum memulai pelajaran duniawi, kami mengisi hati dengan sejuknya kalam Ilahi. jika dipikir-pikir saat ini, betapa beratnya masa-masa itu. namun ajaibnya, banyak rindu yang menggebu.

pernah satu waktu, masing-masing kelas diwajibkan menampilkan drama (katanya ini adalah masa yang dinanti-nanti saat SMA). saat itu, kelas ku menampilkan drama dengan tema yang sangat berbeda dari yang lainnya, horror-comedy-romance. semua alat peraga yang dibutuhkan kalau bisa dijadikan buatan tangan, dijadikan, haha. penekanan biaya sana-sini menjadi cerita yang lucu; alih-alih menonjolkan kreativitas. drama yang naskahnya ku buat dengan bantuan dua teman baik itu, dinilai sukses. salah satu kenangan paling indah dari tumpukan kenangan indah lainnya.

satu hal yang menjadikan angkatan-ku spesial adalah; kami menjadi angkatan terakhir dengan seragam pink. unik, kan? angkatan ke-17 dengan seragam pink terakhirnya. angka 17 dan warna pink membuatku berpikir; betapa romantisnya masa SMA-ku. identik dengan cinta; yang malu-malu, yang disangkal, yang belum saatnya, yang banyak indahnya. 

hal ajaib lainnya adalah; langit di smanpala selalu indah. pagi, siang, sore, malam, bagiku semuanya indah. waktu itu di akhir-akhir masa sekolah, senja menjadi lebih memesona, banyak penikmatnya. maka saat maghrib tiba, saat itu pula status di WA men-jingga. betapa indahnya masa <3
Read More

15.5.24

Writing Challenge Day 25; Tak Habis Rindu Dibayar Sua

perjalanan yang penuh rindunya

kuubah temanya jadi rindu, karena hanya itu yang membetah di sudut muram hatiku.

selepas jauhnya persimpangan memisahkan kita, sesudah beratnya hati mengiyakan kata pisah, sehabis banyaknya air mata memutus tali asa, ternyata beberapa temu tak menyembuhkan apa-apa. rindu-rindu yang semenjak malam pilu itu mulai mengendap diam-diam, mewujud dingin di dinding kamarku, ternyata tak ada yang luluh disapa temu. rindu-rindu yang semenjak malam iba itu berusaha akrab, memeran selimut hangat memeluk tubuhku, ternyata tak satu sua pun mampu membayarnya.

ku kira, yang gaduh dari siang hanya di luar saja, berisiknya jalanan berpaut keluh-peluh manusia. ku kira, gaduh di dalam hanya malam saja, riuhnya dada kesakitan meratap lapang jiwa. ternyata, rindu datang lebih lantang, melupa diam mengancam perang. ternyata, rindu hadir lebih berani, menyuguh belati mengerat makna hati. siang-siang bolong sekali, bahkan pagi-pagi sendu tadi. 

bukan rindu yang tak bisa diobati oleh temu, tapi temu yang tak bisa lagi membayarnya. sebab pertemuan demi pertemuan itu, ditemani binar mata yang telah samar, diiringi sapa lembut yang sudah hilang, dan didampingi rasa miliknya yang melambai selesai. maka pertemuan itu hanya menyakiti rindu, tak membuatnya sembuh, malah gaduh. maka pertemuan itu hanya menyisakan pilu, tak menyingkirkan biru, malah sendu.

jika memang rindu betah di sudut muram hatiku, harus ku hilangkan muram itu, supaya rindu pergi jauh.


-salam sejuk dari tetesan embun pagi
Read More

5.3.24

Writing Challenge Day 24; A Lesson I've Learned

homi, jogja, 2024

hai, embun disini. dalam perjalananku menuju dewasa, aku seolah tak pernah jauh dari lara. tanpa pernah diminta, kami jadi sering bersama. sebuah kebersamaan yang bagiku, melelahkan. beberapa luka juga tergores secara tiba-tiba, bahkan di hari yang ku kira akan penuh bahagia. namun, dalam perjalanan menuju dewasa pula aku didekatkan pada rasa terima. rasa yang menata hatiku pada kerelaan, mengarahkan pandangku pada kelegaan, dan menempatkan pikirku pada keteduhan. tahun-tahun belakangan dan sampai sekarang, menerima adalah hal indah yang ku pelajari. 


aku menerima jika ada hari dimana hatiku penuh biru, padahal awan tidak abu-abu. hari yang terasa berat sebelah, sebab bahu kiriku banyak lukanya. suara-suara terdengar sumbang, beberapa seperti teriakan kencang. aku dimarahi habis-habisan oleh kenyataan, padahal aku tak punya daya untuk balas naik pitam. namun, aku menerimanya. aku belajar menerimanya. aku memahami hatiku yang penuh biru, ku hiasi ia dengan pita-pita lucu. meskipun hiasan itu jatuh dan berulang begitu. riuh gemuruh yang ada di hatiku, berada di luar tanganku. serupa jeda untuknya menyapa kecewa.


aku menerima jika ada nyata yang tak sesuai pinta. biarpun aku butuh beberapa waktu. sebab saat nyata tiba, hatiku termangu cedera. tanganku mendadak kaku, tak bisa terbuka suguhkan rela. pikiranku menyangkal yang telah ketara, menolaknya masuk ke sela-sela kepala. namun, aku menerimanya. aku belajar menerimanya. aku memahami hanya pinta yang mampu ku genggam, hanya pinta yang bisa ku uraikan. lebih dari itu semua, yang punya semesta yang lebih paham. nyata-nyata indah itu datang, lebih memesona daripada pintaku pudarkan muram.


aku menerima jika ada yang hilang. manik mataku buram menatap ruang yang terluang. napasku masih beraturan, tapi kata-kata terujar gelagapan. lidahku terpaku kelu, tak ada mau melarang pilu. dengan atau tanpa lambaian tangan, hilang tetap sisakan cela yang meradang. namun, aku menerimanya. aku belajar menerimanya. aku memahami bahwa hilang punya sisi terang. barangkali aku dijauhkan dari getir tak berkesudahan. atau malah hilang yang ditepikan dari hatiku yang kesesakan. sudah habis masanya, sudah saatnya hilang tiba.


tahun-tahun belakangan dan sampai sekarang, aku masih belajar tentang penerimaan. detik-detik yang ku lewati selalu menjadi detik pertama, jadi tak apa jika aku keliru. kukumpulkan segala luput itu, kusimpan sebagai memori pilu. agar dapat ku timang, agar tak terulang.



-salam sejuk dari tetesan embun pagi


Read More

1.3.24

Writing Challenge Day 23; Surat, Kepada Seseorang

homi, jogja, 2024

hai, embun membawa surat yang belum tahu kapan tibanya, sebab tidak tahu kemana mengirimkannya.


a letter to someone, anyone.


beberapa tahun belakangan ini, semesta rasanya jahat sekali. tidak peduli seberapa basah bantalmu karena tangisan tadi malam, pagi ini kamu harus bangun lagi. menyingkirkan segala risau yang ternyata tidak hilang bersama bunga dari tidur selama dua jam. tak ada lelap akhir-akhir ini, tapi lirihmu 'setidaknya tak ada mimpi buruk yang menghampiri'. dirimu itu, meski penuh keluhnya, masih ada syukur di sela-selanya. besar harapku, semoga kamu tahu tentang itu. semoga kamu mengerti bahwa masih ada putih dari gelapnya pikiran kacaumu. semoga kamu menerima bahwa rasa pahit dari kopi kesukaanmu itu tak melarangmu untuk menyantap sepotong kue manis. pahit-pahitnya, seharusnya sampai disana saja.

beberapa bulan terakhir ini, banyak yang kehilangan kabarmu, termasuk aku. tidak ada tanda-tanda kehidupan di sosial mediamu, walaupun hal itu tidak seharusnya dijadikan tolok ukur. ada yang datang kepadaku, menanyakan kondisimu. baik-baik sajakah kamu, sehatkah kamu, dan dimanakah tinggalmu. aku kosong, tidak punya jawaban atas pertanyaan yang memang biasanya hanya aku yang punya. jika mereka bisa bertanya padaku, lantas aku bertanya pada siapa? bahkan deru angin ikut menjaga rahasia. bangunan tua pun tak berdaya angkat suara. rintik hujan juga buru-buru mengusap jalanan, tak tersisa jejak-jejak sepatu hitammu. rasanya seperti semesta mendukung hilangnya kamu.

beberapa kali, aku datang ke kedai kopi favoritmu yang lokasinya di perempatan jalan raya itu. tempat yang kau datangi setidaknya tiga hari sekali untuk menyaksikan lelahnya orang menunggu lampu hijau, katamu dulu. "lalu kenapa tidak setiap hari saja?" pertanyaan yang muncul karena pikirku kamu sangat suka hal itu. "takut baristanya hafal sama wajah ku" kamu tersenyum dengan napas bau kopi. dan benar saja, beberapa kali aku datang, sebanyak itu pula mereka bilang tidak ingat wajahmu. sudah lebih mendetail aku menjelaskan kebiasaanmu, memesan secangkir hot americano dan duduk di kursi ujung menghadap jendela. namun nihil, baristanya tak hafal. bapak parkir juga sama, banyak motor dan wajah yang datang lalu pergi, katanya.

maka, bagaimana kabarmu? bagaimana cuaca di tempatmu? apakah langit masih selalu sejalan dengan suasana hatimu? atau sebaliknya, langit malah memesonamu dengan biru cerah primadonanya? sehingga terangkatlah kedua sudut bibir itu dan menyipit matamu. namun, kalau nyatanya tidak seperti itu, semoga kamu ada temannya. semoga kamu tidak menangis sendirian di sudut ruangan, memukuli kepala yang bisingnya kelewatan. semoga kamu tidak menyangkal lara yang payah untuk dituturkan. semoga kamu tidak melupakan makan dan mengganti energimu dengan kesakitan. semoga cahaya datang dan memelukmu yang sesenggukan.


senangkah sedih, lapanglah hatimu. sukakah duka, luaslah jiwamu. dalamlah syukurmu, baiklah jalan itu.


semesta, tolong jagakan dia. 

terbangkan segala resah yang membetah di dadanya. pulihkan semua luka yang tak pernah sudah dirasakannya. 

hadirkan cinta dalam setiap tawanya. datangkan syukur di setiap sela napasnya. 

rangkullah sepinya, hidupkan lagi seluruh mimpinya. 

izinkan dia memeluk bahagia. bantu dia untuk kembali temukan dan raih cita. 

tolong jagakan dia, semesta. sebab aku sudah tak bisa.



- salam sejuk dari tetesan embun pagi


Read More
Diberdayakan oleh Blogger.

© Embun Pagi, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena